Sukirno, Guru Besar Termuda di UNY

Daldiri dan Sukirno

Perguruan tinggi adalah mesin penggerak roda perekonomian dan vaksin untuk melawan dampak terburuk  globalisasi. perguruan tinggi memiliki peran signifikan dalam meningkatkan daya saing bangsa. Memasuki era ASEAN Economic Community (AEC) 2015, perguruan tinggi dituntut sangat responsif dan kreatif menyediakan lingkungan bagi seluruh sumber daya yang ada berinteraksi secara produktif dan efektif sehingga tercipta sumber daya yang berkualitas dan memiliki keunggulan kompetitif (competitive advantage) dan keunggulan komparatif (comparative advantage) secara global. Manajemen sumber daya manusia perguruan tinggi berhubungan erat dengan gaya kepemimpinan yang digunakan atasan dalam mengelola sumber daya perguruan tinggi, khususnya sumber daya manusia. Dalam teori kepemimpinan, gaya kepemimpinan berhubungan erat dengan proses pengambilan keputusan. seorang pemimpin yang berhasil harus memiliki kemampuan untuk menerapkan gaya pengambilan keputusan secara fleksibel dalam sebuah garis kontinum mulai dari gaya sangat otokratif ke gaya sangat delegatif. Model ini dirancang untuk memfasilitasi dihasilkannya keputusan yang lebih berkualitas dan penerimaan semua bawahan atas keputusan yang dibuat.

Dalam bahasa yang lebih sederhana, pengambilan keputusan partisipatif–bukan sepenuhnya bottom up maupun sepenuhnya bottom up–bisa menjadi penghantar dihasilkannya keputusan yang berkualitas. Demikian diungkapkan Prof. Sukirno, M.Si., Ph.D. dalam pidato pengukuhannya sebagai guru besar dalam Bidang Ilmu Akuntansi Manajemen pada Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta. Pidato berjudul “Partisipasi Dosen Jurusan Pendidikan/Prodi Akuntansi Dalam Pengambilan Keputusan di Daerah Istimewa Yogyakarta” itu dibacakan di hadapan rapat terbuka Senat UNY di Ruang Sidang Utama Rektorat UNY, Rabu, 12 November 2014.

Prof. Sukirno, M.Si., Ph.D. merupakan guru besar UNY ke-126. Menurut pria kelahiran Boyolali, 14 April 1969 tersebut, pengambilan keputusan partisipatif direpresentasikan dalam bentuk perintah bermusyawarah. Pengambilan keputusan partisipatif sangat disarankan digunakan untuk semua tingkat pempimin karena tidak ada satupun pemimpin yang memiliki kemampuan di semua bidang, sehingga keputusan yang diambil dengan pendekatan partisipatif lebih efektif dan tepat.

Lulusan Program Doktor Business Administration, Asian Institute of Technology Thailand tersebut mengatakan bahwa sumber daya manusia merupakan unsur terpenting dalam perguruan tinggi dan untuk mengelola sumber daya terpenting itu dibutuhkan gaya kepemimpinan yang efektif. Pengambilan keputusan partisipatif bagian dari gaya kepemimpinan dengan cara melibatkan bawahan dalam pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan partisipatif secara teoritik merupakan  model terbaik untuk menghasilkan keputusan yang lebih berkualitas, meningkatkan komitmen, kepuasan, kreativitas, dan kinerja. "Namun," ujar Prof. Sukirno, M.Si., Ph.D., "pengambilan keputusan partisipatif harus difasilitasi dengan lingkungan yang mendukung, baik dari sisi atasan, bawahan, serta dukungan sarana dan prasarana."

Warga Tegalmulyo, Kepek, Wonosari, Gunungkidul tersebut merekomendasikan kepada perguruan tinggi agar memfasilitasi pengambilan keputusan partisipatif dengan cara melibatkan dosen secara lebih baik kepada dosen di Jurusan/Prodi Pendidikan Akuntansi dan Akuntansi di DIY dalam proses pengambilan keputusan di bidang penganggaran dan pembangunan gedung, perekrutan pegawai baru, dan penentuan ukuran kelas.

Selain itu, pihak-pihak terkait dalam pengambilan keputusan partisipatif harus berusaha mencapai goal congruence agar tidak muncul conflict of interest antarpihak terkait sehingga efektivitas PKP dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas kinerja dosen dan lembaga. (dedy)