PERGURUAN TINGGI INDONESIA DITUNTUT LEBIH SIAP MENGHADAPI TANTANGAN ABAD 21

Tantangan mahasiswa di abad 21 makin beragam. Mahasiswa dituntut memiliki kemampuan entrepreneurship, di samping juga keterampilan softskill guna mengantisipasi mismatch antara kebutuhan industri dengan output lulusan yang beragam. Demikian sebagaimana dipaparkan para pemateri dalam seminar International Conference on Ethics of Business, Economics, and Social Science (ICEBESS) 2017, Jumat (28/7) kemarin. Seminar ini dihadiri oleh lebih dari 100 peserta yang terdiri dari mahasiswa S1, S2, hingga S3, beserta dosen. Bertindak selaku pembicara adalah Dr. Mohsin Shaikh dari SKN College of Engineering, India, Dr. Jamalludin Helmi dari Universiti Sultan Azlan Shah, Malaysia, dan Dr. Sumiyana dari UGM Indonesia.

Dalam acara yang dibuka oleh Rektor UNY ini, Dr. Mohsin Shaikh mengupas seputar Manajemen Sumber Daya Manusia di perguruan tinggi. Menurut Shaikh, ada empat tantangan bagi perguruan tinggi dalam era saat ini. “Yang pertama adalah pendanaan. Kedua, jarak yang lebar antara keterampilan lulusan dengan kebutuhan industri. Ketiga, globalisasi dan persaingan yang meningkat. Keempat, penggunaan teknologi informasi,” urainya.

“Dalam aspek SDM, ada beberapa tantangan bagi perguruan tinggi. Dalam hal perekrutan misalnya, beberapa perguruan tinggi mengalami masalah kekurangan SDM, penundaan dalam proses seleksi, hingga kurangnya pengalaman dalam proses wawancara. Dalam pelatihan dan perkembangan, sering kurang pengetahuan dalam manajemen dan administrasi, tidak cukup pelatihan kepemimpinan. Selain itu, kompensasi dan performance appraisal juga sering menjadi tantangan tersendiri bagi perguruan tinggi,” tambah Kepala Jurusan Manajemen di SKN College of Engineering, Pune, India ini.

Sedangkan Dr. Jamalludin Helmi membahas pendidikan kewirausahaan bagi perguruan tinggi. Senada dengan Shaikh, Helmi juga menegaskan bahwa mental kewirausahaan harus dimiliki para mahasiswa. “Mental kewirausahaan harus dibimbing. Sebagian besar peneliti sepakat bahwa kewirausahaan 20% berasal dari bakat (nature) dan 80% muncul dari pendidikan (nurture),” tandas Helmy.

Sumiyana dari UGM menyampaikan isu-isu seputar etika bisnis yang saat ini terjadi di Indonesia. Menurut Sumiyana, kasus suap hingga fraud yang kerap terjadi di Indonesia menunjukkan bahwa kondisi di Indonesia memang masih mendukung tindakan tersebut tumbuh subur. “Negara yang masih berkembang, demokrasi yang lemah, birokrasi yang berbelit-belit dan menyusahkan, atau rezim pemerintah yang terlalu kuat, merupakan lahan empuk bagi munculnya perilaku bisnis yang tidak etis,” urai Sumiyana.

ICEBESS 2017 juga menjadi sarana pemaparan makalah dari berbagai peneliti. Lebih dari 30 pemakalah menyampaikan tulisan ilmiahnya pada sesi paralel yang terbagi dalam lima kelompok. ICEBESS merupakan ajang ilmiah tahunan yang mengundang pemakalah dari dalam hingga luar negeri guna membahas berbagai isu seputar ekonomi, pendidikan, dan berbagai ilmu sosial. (fadhli)