Alumnus FE UNY Wartakan Yogya dari Layar Kaca

Berkuliah tidak lantas mengharuskan mahasiswa menjalani pola hidup yang terbatas hanya dunia kampus dan kos. Sebaliknya, berkuliah justru membuka peluang baru bagi pengembangan diri yang nyaris tanpa batas. Wirausaha, bekerja sambilan, atau belajar berorganisasi, adalah sebagian contoh yang bisa dijadikan sebagai sarana pengembangan diri tersebut. Dengan demikian, saat lulus kuliah, bukan tidak mungkin kita sudah sibuk dengan aktivitas yang sudah dirintis sejak kuliah tersebut. Hal ini pula yang tampak dari sosok alumnus Fakultas Ekonomi (FE) UNY, Ayu Destasiwi Estiaji.

Wajah gadis lulusan program studi Manajemen angkatan 2010 itu kini bisa dijumpai di layar kaca pada pagi hari di salah satu stasiun televisi swasta nasional. Kemampuannya menyampaikan warta secara lugas menjadi sebab dirinya dipercaya sebagai salah satu news anchor stasiun televisi tersebut di kantor cabangnya di Yogyakarta. “Alhamdulillah, cita-cita terkabul,” ucap finalis Putri Pariwisata Indonesia 2012 tersebut.

Diakui Ayu, tidak serta merta kesempatan ini datang. “Waktu itu Februari 2014, saya masih magang dan dilanjutkan skripsi. Saya ikuti tahapan audisinya, casting, interview, sampai tersisa 4 orang, yang diambil ternyata cuma dua,” urai Ayu yang diyudisium pada September 2014 lalu.

“Sedih sekali. Diambil hikmahnya saja. Mungkin Allah memang ingin saya konsentrasi mengerjakan skripsi dulu. Tapi setelah itu, saya masih tetap belajar, ngomong di depan kaca cermin, lalu membaca koran keras-keras seolah sedang on-air. Sampai akhirnya kesempatan itu datang lagi pertengahan tahun ini, Alhamdulillah,” ungkap gadis yang juga handal menari tradisional dan menjadi Master of Ceremony ini.

Ayu menambahkan, motivasinya menjadi seorang penyiar berita sebenarnya dari hal yang sepele. “Waktu kecil, saya suka menonton berita bersama bapak. Waktu itu saya bilang, ‘besok mbak Ayu masuk TV kayak gitu, juga’. Jadi, ingin membuktikan janji sekaligus mencicil membahagiakan orang tua,” celetuknya.

Membaca berita memang terlihat sederhana, tetapi – sebagaimana diungkapkan Ayu – ternyata tidak semudah yang disangka. “Beberapa jam sebelum pengambilan gambar tidak ada naskah berita. Jadi kita langsung membaca naskahnya dari prompter saat pengambilan gambar itu juga. Mungkin karena itu, terkadang muncul grogi, dan kadang ‘belibet’ ngomongnya karena harus menjaga kecepatan tetap stabil,” ungkapnya.

Bagi Ayu, doa dan dukungan dari orang tua dan orang-orang terdekat sangat penting. “Keluarga dan teman-teman sempat geli. Berbeda sekali dengan keseharian saya yang tidak bisa diam, tiba-tiba di kamera muka dan nada bicaranya berubah,” tutup Ayu sembari tersenyum. (fadhli)