Pusat Kajian Ekonomi Terpadu UNY Adakan Kajian Redenominasi Rupiah

Demi menapaki sebuah tatanan ekonomi yang mampu bersaing secara global, nampaknya kebijakan demi kebijakan untuk menjadikan bangsa ini menjadi bangsa yang mandiri dan maju tetap gencar direalisasikan. Berangkat dari hasil riset World Bank yang menyebutkan bahwa Indonesia termasuk negara pemilik pecahan mata uang terbesar kedua di dunia setelah Vietnam, kebijakan baru berupa redenominasi mata uang rupiah saat ini sedang maraknya disosialisasikan. Bentuk redenominasi rupiah yang tengah digagas BI adalah menghilangkan tiga angka nol terakhir. Jadi, pecahan Rp 1.000, akan menjadi Rp 1. Namun, sikap pro-kontra tetap saja tak bisa dihindari. Mulai dari persoalan sejauh mana pentingnya menyederhanakan nilai rupiah, biaya sosialisasi, kesiapan masyarakat menerima kebijakan tersebut, hingga pada kekhawatiran masyarakat yang beranggapan bahwa redenominasi akan berujung kepada sanering.

Menanggapi diskursus redenominasi, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta (BEM FE UNY) terdorong untuk memfasilitasi sebuah forum intelektual di mana mahasiswa tetap memiliki peran aktif terhadap permasalahan ekonomi di Indonesia. “Justru ini menjadi bukti bahwa permulaan yang terlahir dari diri kita bisa mereduksi kultur apatisme dan menggugah kawan-kawan mahasiswa agar lebih kritis terhadap permasalahan yang ada di Indonesia,” ujar Kadept SosPol BEM FE UNY, Agus Purnomo, Jumat (1/3).

Melalui program Pusat Kajian Ekonomi Terpadu (PUKET) yang digawangi Departemen SosPol BEM FE UNY, kajian “Redenominasi dan Pengaruhnya terhadap Perekonomian Indonesia” berhasil memancing sekitar 120 mahasiswa untuk hadir di Ruang Ramah Tamah FE UNY dan secara langsung diisi oleh Causa Iman Karana (Deputi BI Yogyakarta), Prof. Dr. Moerdiyanto , M.Pd., M.M. (Guru Besar FE UNY), dan Bambang Suprayitno (Dosen Pend. Ekonomi FE UNY), Kamis (28/2).

Dalam hal ini, Causa menyampaikan bahwa masyarakat tidak perlu khawatir dengan kebijakan ini, karena redenominasi tidak sama dengan sanering. Redenominasi hanya mengalami perubahan pada angka nol dari rupiah sedangkan nilai dan harga masih tetap sama. Sosialisasi (Redenominasi) akan terus dilakukan, dari rencana awal pada tahun 2014 sampai Tahun 2022. (Handoko Tri Saputra)