Modal Besar Bukan Jaminan Usaha Lancar

Wirausahawan adalah salah satu profesi yang paling menguntungkan. Penghasilan yang bisa diterima bisa jadi lebih besar dari pegawai negeri sipil paling tinggi. Tetapi risikonya juga paling besar. Oleh karena itu, mental seorang wirausahawan memang dituntut pemberani. Negara yang sudah maju memiliki banyak penduduk yang berprofesi wirausahawan. Amerika Serikat sudah mempunyai lebih dari 15% entrepreneur. Cina dan Malaysia juga memiliki 5-15% penduduk yang berwirausaha. Sayangnya, populasi wirausahawan di Indonesia tidak lebih dari 1%. Oleh karena itu, pemuda di Indonesia perlu didorong menjadi wirausahawan berikutnya. Demikian disampaikan Dekan Fakultas Ekonomi (FE) UNY Dr Sugiharsono, M.Si membuka Seminar Kewirausahaan “Teras Mahasiswa” bertajuk “Kembangkan Usahamu, Lampaui Batas” kerjasama KOMPAS dan Bank BRI, Kamis (10/9) lalu.

Acara ini diselenggarakan untuk mendukung lahirnya entrepreneur baru di berbagai bidang. Sebanyak 300 peserta mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di DIY memadati ruang Auditorium FE UNY. Seminar ini terdiri dari dua sesi. Sesi talkshow bersama Shafiq Pontoh yang merupakan seorang Strategic Planner dan Rio Dewanto seorang aktor dan entrepreneur. Pada sesi kedua, peserta dibagi menjadi tiga kelas sesuai peminatan, yaitu Kelas Sociopreneur, Creativepreneur, dan Technopreneur.

Shafiq Pontoh merupakan salah satu founder gerakan AyahASI dan salah satu inisiator gerakan Indonesia Berkebun. Menurutnya, saat seorang entrepreneur mendapat kucuran modal besar dari investor, bukan berarti usaha akan berjalan mudah. “Justru sebaliknya, itu adalah godaan terbesar seorang entrepreneur. Manfaatkan modal tersebut sebaik mungkin. Ide usaha bisa muncul dari kegalauan dalam hati. Saat istri saya dulu melahirkan, anak saya mendapatkan susu formula tanpa seizin kami sebagai orang tua. Saat itu saya benar-benar galau, dan itu jadi awal saya membuat gerakan AyahASI,” jelasnya.

“Dalam mengawali usaha, kita bisa brainstorming dengan 5W+1H. Mulailah dari Why, alasan penting mengapa kita mau membuka suatu usaha. Lalu Who, dengan siapa kita akan bekerjasama sebagai tim. Kumpulkan orang terbaik di bidangnya, bukan yang sama dengan kita. Where, di mana kita akan memasarkan produk itu. Lalu when, kapan saat yang tepat, dan setelah semua pondasi itu kuat, silakan putuskan What, apa yang akan kita jadikan sebagai produk dan How, bagaimana usaha itu akan berjalan,” tambah Shafiq.

Sementara itu, Rio Dewanto bercerita bagaimana dirinya membangun konsep brandingnya melalui Filosofi Kopi. “Saya ingin membuat satu social movement terhadap kopi di Indonesia. Indonesia, kan, surganya kopi. Setiap daerah di Indonesia punya khas kopi masing-masing. Saat itu timbul ide membuat film Filosofi Kopi The Movie. Tiap satu tiket yang dibeli penonton, berarti berkontribusi satu benih kopi bagi petani kopi di Indonesia. Jangan pernah takut gagal. Karena sebenarnya yang ada adalah keberhasilan dan pembelajaran,” ungkapnya.

Acara yang dihadiri Kepala Biro KOMPAS Yogya-Jateng, Bambang Sigap Sumantri, dan Kepala Bagian Bisnis Program Kemitraan BRI Wilayah Yogyakarta, Tri Sakti Budi Cahyono ini menyediakan total dana hibah senilai 420 juta rupiah bagi mereka yang memiliki proposal bisnis cemerlang. Oleh karena itu, peserta dibagi menjadi tiga kelas pada Sharing Sessions untuk membantu dalam menguatkan ide usaha. Fajar A. Muharom, pemilik The Keraton Care, Hartadi Eko P., CEO MindSound Technology Inc., dan Mursida Rambe yang merupakan pendiri BMT Beringharjo menjadi pemateri pada masing-masing kelas tersebut. (fadhli)