Dr Ali Mun’im: Tradisi Bukan Untuk Dihapus

Ali Munim

Menuju World Class University, Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) dituntut terus memperbaiki diri. Tetapi UNY juga patut cermat dalam menelaah kriteria-kriteria ‘internasional’ yang dimaksud; apakah sekadar internasional ataukah yang benar-benar berkontribusi terhadap peradaban umat. Umat Islam sebagai golongan terbesar di Indonesia, bahkan prosentasenya salah satu yang terbesar di seluruh dunia, ternyata belum mampu menunjukkan diri sebagai umat yang maju. Peradaban di negeri-negeri yang mayoritas penduduknya Islam tidak menggembirakan, termasuk dalam hal ini adalah dalam bidang keilmuan. Oleh karena itu, sangat penting bagi umat Islam di Indonesia membangun sebuah peradaban dengan basis ilmu yang berderajat. Hal ini dipaparkan oleh al ustadz Dr. Ali Abdul Mun’im, M.A., dosen di UII Yogyakarta dalam Pengajian Rutin Fakultas Ekonomi (FE) UNY, Sabtu (16/05) lalu.

Mun'im menambahkan, “Dalam jurnal Global Economy tahun 2010, Rehman dan Askari mengeluarkan hasil kajian mereka yang berjudul ‘How Islamic are Islamic Countries?’ dan menemukan fakta bahwa negara-negara Islam ternyata tidak lebih baik daripada negara-negara non-Islam dalam penerapan ajaran keislaman. Selandia Baru dan Luksemburg menjadi yang paling kental dengan nilai-nilai ajaran islam. Malaysia adalah yang tertinggi di antara negara-negara Islam pada peringkat 38, sementara Indonesia (140) dan Iran (163) ada di urutan bawah dari 208 negara.”

“Jika data ini dibandingkan dengan Human Development Index tahun 2014, ternyata juga tidak terlalu beda jauh. Norwegia adalah negara yang maju dari sisi pembangunan manusianya. Indonesia sendiri ada di peringkat 108, Mesir juga di 110,” ungkapnya.

“Dalam kehidupan sehari-hari, kita boleh saja merasa senang dan gemar bersenda gurau dengan teman dan keluarga. Tetapi dalam level makro, dunia sedang mengalami masa-masa sulit. Peperangan, wabah penyakit, pengungsian, pencurian data, dan berbagai fenomena buruk di dunia ini adalah pertanda yang harus kita waspadai. Masa depan akan jauh lebih sulit bagi anak cucu kita jika tidak kita bekali mereka,” tutur doktor kelahiran Mesir ini.

Sementara itu, untuk bisa menaikkan derajat manusia, ilmu haruslah memenuhi syarat-syarat tertentu. “Tidak semua ilmu harus dikuasai. Salah satu syarat penting bahwa suatu ilmu bisa dikatakan meningkatkan derajat manusia adalah ilmu itu harus hakiki. Dia harus berdasarkan ‘alamah atau tanda, atau ayat. Dalam Bahasa Indonesia, kata ‘alamah diserap menjadi alamat, yang berarti tanda-tanda menuju rumah seseorang. Alquran sendiri adalah buku kumpulan tanda, atau ayat. Dengan demikian ilmu bukanlah yang berdasarkan hawa nafsu, zhon (prasangka), atau ikut-ikutan, baik itu ikut-ikutan nenek moyang, mayoritas masyarakat, atau penguasa. Ilmu dari nenek moyang, atau tradisi, bukan sesuatu yang harus dihapus, tetapi justru untuk dikaji, lalu dipilah mana yang baik dan buruk, lalu disempurnakan. Sebagaimana sabda Nabi saw, ‘Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan kemuliaan-kemuliaan akhlaq’. Dengan kriteria inilah budaya keilmiahan bisa dibangun,” tambahnya lagi.

Dalam pengajian rutin ini, sebanyak lebih dari 50 dosen, karyawan, dan mahasiswa di lingkungan FE UNY turut memadati masjid At Taqwa, Minomartanani, Sleman. Dibuka oleh Dekan FE UNY Dr. Sugiharsono, M.Si., acara pengajian ini kemudian dilanjutkan sholat Dzuhur berjamaah dan ditutup dengan laporan singkat dari Pengurus Kegiatan Kerohanian Fakultas. (fadhli)