studium generale

Mengapresiasi Kinerja Pemerintah di Era Disrupsi

Revolusi Industri 4.0 merupakan fenomena berkelanjutan yang dialami dunia industri sebagai akibat perkembangan ilmu pengetahuan. Revolusi industri pertama ditandai dengan penemuan mesin uap pada abad ke-18. Revolusi kedua terjadi saat ditemukannya sabuk berjalan (assembly line) pada akhir abad ke-19 sehingga memungkinkan produksi massal dan standarisasi kualitas. Selain itu, terdapat penggunaan besar-besaran besi dan baja, kereta api, dan elektrifikasi. Hal ini disampaikan Bhayu Purnomo dalam kuliah umum yang diselenggarakan oleh Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI bekerjasama dengan Fakultas Ekonomi (FE) UNY, beberapa waktu lalu.

Bhayu melanjutkan, revolusi ketiga muncul saat otomatisasi dan pemanfaatan komputer di tahun 1970-an. “Terakhir, revolusi keempat pada akhir-akhir ini ditandai dengan menjamurnya kecerdasan buatan dan internet of things. Di samping itu, revolusi industri ini juga kerap disebut era disrupsi karena perusahaan-perusahaan yang mapan dan besar banyak mengalami keruntuhan oleh perusahaan kecil yang mampu memanfaatkan kemajuan teknologi dan internet ini,” terang pria lulusan Master of Arts in Economics Georgia State University ini.

Pemerintah RI dalam hal ini Kementerian Keuangan selalu mengamati dinamika ekonomi yang terjadi di dunia dan berusaha menjaga fundamental ekonomi di dalam negeri tetap baik dan sehat. “Sinergi kebijakan akan terus ditingkatkan untuk mencapai pertumbuhan inklusif dan menghadapi tantangan domestik dan global,” ujar Bhayu.

“Tingkat pertumbuhan ekonomi terjaga di angka 5%. tingkat inflasi juga stabil. Sejak 2015, angka inflasi berturut-turut adalah 3,4%, 3%, dan 3,6%. Tingkat kemiskinan dan pengangguran juga turun. Tetapi, infrastruktur kita masih tertinggal jauh, bahkan dibandingkan Thailand atau Malaysia,” lanjut Bhayu.

Bhayu menegaskan, kebijakan fiskal dan APBN adalah tulang punggung reformasi ekonomi. “Optimalisasi penerimaan negara, dipadu dengan belanja negara yang produktif dan berkualitas, dan pembiayaan yang dikelola secara hati-hati, akan menghasilkan APBN yang kredibel, efisien, dan efektif, serta berkesinambungan. Hal ini akan berujung pada pertumbuhan ekonomi yang optimal,” tandas Bhayu.

Terkait dengan utang, Bhayu mengatakan bahwa bahkan negara majupun memiliki utang pemerintah. “Defisit akan dikendalikan pada batasan yang aman, dan utang pemerintah akan selalu dikelola secara profesional, hati-hati, dan terukur, sehingga memiliki risiko yang terkendali,” ucap Bhayu.

Moderator acara Ahmad Chafid Alwi yang juga dosen di Jurusan Pendidikan Ekonomi FE UNY menyimpulkan, mahasiswa harus memiliki landasan berpikir saat berargumentasi. “Jangan hanya memberikan opini tapi tanpa data dan fakta. Apalagi menyebarkan hoaks di media sosial,” pesannya. (fadhli)

Kualifikasi Internasional Perluas Jaringan

Dewasa ini, kualitas seorang tenaga kerja bisa dilihat salah satunya melalui gelarnya. Namun hal ini tak cukup di tengah perkembangan dunia yang semakin menyatu ini. Seorang tenaga kerja, misalnya seorang akuntan, juga mesti memiliki jaringan yang membuat dia terhubung dengan perkembangan bidang ilmunya sendiri. Jaringan itu umumnya berupa asosiasi atau ikatan. Dengan bergabung dalam ikatan profesi yang sebidang, seorang akuntan menjadi lebih profesional jika dibandingkan hanya mengandalkan gelarnya saja.

Demikian dipaparkan perwakilan Certified Practising Accountant (CPA) Australia, Reza Havies dalam Kuliah Umum (Studium Generale) di Fakultas Ekonomi (FE) UNY, Selasa (20/3) kemarin. Reza menuturkan, CPA Australia adalah ikatan akuntan profesional yang berdiri di Australia pada 1886. “CPA Australia punya 19 kantor di berbagai negara di Asia, termasuk Indonesia, hingga Inggris,” terangnya.

Reza melanjutkan, CPA Australia memberikan banyak keuntungan bagi akuntan. “Seperti halnya IAI (Ikatan Akuntansi Indonesia), CPA Australia menjadi wadah bagi akuntan profesional. Dengan bergabung di CPA Australia, akan terbuka peluang untuk memperluas jaringan dengan akuntan dari berbagai negara,” ujarnya.

Senada dengan itu, Ketua Jurusan Pendidikan Akuntansi FE UNY, Rr. Indah Mustikawati juga mengajak para mahasiswa untuk meningkatkan kompetensi keilmuannya. “Barangkali selama ini mahasiswa hanya mengenal Public Accountant sebagai akuntan profesional. Dengan studium generale ini, kita akan mengetahui lebih jauh CPA sebagai akuntan profesional,” ucap Indah.

Menurut Reza, kualifikasi internasional membuat hasil kinerja seorang akuntan lebih dihargai dan diakui, tidak hanya tingkat nasional, bahkan internasional. “Saat ini, akuntansi bukan hanya soal angka, tapi perusahaan juga mencari akuntan yang memiliki keterampilan strategis, seperti kepemimpinan, atau kemampuan analisis pasar. Keberadaan program, software, dan artificial intelligence menuntut akuntan meningkatkan keterampilan. Fungsi kecerdasan buatan adalah untuk membantu kita dalam bekerja, bukan menggantikan,” urai Reza yang menjadi Country Manager and Chief Representative CPA Australia di Indonesia.

Business Development Manager CPA Australia Arya Lukito menegaskan perlunya seorang akuntan berkualifikasi internasional. “Kualifikasi internasional menuntut akuntan untuk menguasai standar internasional. Dengan demikian, hasil analisa dan keputusannya akan lebih diakui dan dipertanggungjawabkan,”

Arya menambahkan, dengan anggota lebih dari 160 ribu orang, CPA Australia merupakan jaringan yang kuat. “Anggota kami mulai dari sektor industri, praktisi, hingga akademisi. Setiap akuntan bisa menjadi anggota CPA Australia, dengan terlebih dulu mengikuti program-program CPA. CPA Australia juga bekerja sama dengan IAI. Anggota IAI yang mengambil program CPA Australia bisa mempersingkat waktu tempuh programnya,” jelas Arya. (fadhli)

Peluang Masyarakat Melalui Sektor Ekonomi Kreatif

Menyambut generasi emas 2045, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) KM FE UNY mengadakan Studium Generale dengan tajuk “Tokoh Inspirasi: Penguatan Ekonomi Kerakyatan Berlandaskan Pancasila untuk Menyongsong Indonesia Emas 2045”. Acara tersebut menghadirkan Asisten Deputi Menteri Koperasi dan UKM, Wardoyo, Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Indonesia yang diwakili Dian Permanasari, Bupati Kulonprogo Hasto Wardoyo, dan Pengamat Ekonomi Faisal Basri. Dekan FE UNY Sugiharsono menjadi moderator pada acara yang dihadiri lebih dari 300 mahasiswa dan dibuka oleh Rektor UNY tersebut.

Sugiharsono mengungkapkan, acara ini memiliki nilai yang sangat strategis. “Pada masa abad 21 yang berbasis teknologi seperti sekarang ini, akan lebih banyak lagi pelaku ekonomi yang akan lahir. Dengan acara ini diharapkan makin banyak lahir pelaku ekonomi yang memajukan kehidupan masyarakat sekitarnya,” harapnya.

Dian Permanasari sebagai Kasubdit Metodologi & Analisis Riset Bekraf menjelaskan, peran teknologi dan media sosial saat ini sangat penting dalam membantu perkembangan suatu daerah. “Kita lihat saja beberapa tahun lalu. Sebelum Laskar Pelangi, Bangka Belitung bukanlah daerah yang terkenal pariwisatanya. Bahkan lebih dikenal sebagai pertambangan timah. Tapi setelah novel dan filmnya meledak di pasaran, pariwisata di daerah tersebut maju pesat,” ujar Dian.

“Di Korea Selatan, mall di tengah kota isinya UKM masyarakat setempat. Hanya satu mall yang tidak. Sementara di Taiwan, pusat UKM ada di pusat kota, bukan di pinggiran kota. Ini bisa menjadi satu pembelajaran untuk kita di Indonesia bagaimana turut bersama mengembangkan UKM dan pada akhirnya memajukan kesejahteraan masyarakat. Di Kulonprogo, saya galakkan seluruh pegawai untuk memakai batik lokal khas Kulonprogo serta membeli sejumlah toko waralaba dan menjadi Tomira, Toko Milik Rakyat,” ucap Hasto Wardoyo.

“PR saat ini adalah bagaimana meningkatkan jumlah masyarakat yang melek teknologi informasi (IT). Dengan pendampingan yang tepat, masyarakat akan mampu memanfaatkan IT supaya memajukan ekonomi lokal. Adaptif dan fleksibilitas adalah satu satu ciri kemampuan/keterampilan abad 21,” tambahnya.

Faisal Basri mengingatkan, kegiatan ekonomi hendaknya tidak melupakan tujuan dasar. “Sektor ekonomi hendaknya mampu meningkatkan quality of life. Selain itu, juga harus memikirkan dampaknya secara luas terhadap lingkungan. Dan tetap memegang prinsip justice and equality. Apa yang dilakukan Hasto di Kulonprogo adalah contoh baik bagaimana pemerintah mampu secara kreatif mengendalikan sektor ekonomi,” urai Faisal. (fadhli)

Pages