Semnas FE UNY : Pararelitas Konstitusi Ekonomi dan Ekonomi Islam, Serta Pengelolaan Manajemen Keuangan Pendidikan

UUD 1945 merupakan hukum tertinggi di Indonesia. UUD 1945 tidak hanya sebagai konstitusi politik, tetapi juga konstitusi sosial bahkan konstitusi ekonomi. Dimana konstitusi tersebut seharusnya dijadikan acuan dalam pengembangan kebijakan ekonomi. Namun kenyataannya menjadikan konstitusi sebagai rujukan dalam penyusunan kebijakan ekonomi dikatakan sangat jarang. Konstitusi ekonomi dianggap sebagai sesuatu yang normatif dan kurang responsif terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di pasar ekonomi global. Untuk itu perlu upaya dalam memahami isi konstitusi sehingga setiap kebijakan ekonomi yang diambil tidak bertentangan dengan UUD 1945. Hal tersebut disampaikan Dr. H. Makhlani, MA, Islamic Devolopment Bank (IDB) Field Representative for Indonesia dalam Seminar Nasional Ekonomi dan Pendidikan yang diselenggarakan oleh Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta (FE UNY) dalam rangka dies natalis ke 49 UNY. Yang diikuti sebanyak 150 peserta dari perwakilan Dosen, Mahasiswa dan Guru. Seminar nasional tersebut mengambil tema “Membangun Ekonomi dan Pendidikan Indonesia Berlandaskan UUD 1945 dan Syariat Islam”. Selain Makhlani hadir pula sebagai narasumber Prof. Indra Bastian, Ph. D, MBA, CMA, Akt. yang menyampaikan Pengembangan Manajemen Keuangan Pendidikan dengan moderator Wakil Dekan I FE UNY Prof. Dr. Moerdiyanto, M.Pd., MM. Acara dibuka oleh Dekan FE UNY Dr. Sugiharsono, M.Si.

Mengkaji ekonomi islam tidak sama dengan mengkaji ekonomi modern. Beberapa pakar ekonomi mengkaji teori ekonomi secara empiris, sedangkan ekonomi islam datangnya dari Tuhan. Bagaimana dengan pembangunan islam? Ekonomi Islam mengandung unsur-unsur dakwah, dimana dalam ekonomi islam mengajarkan kebaikan serta maqashid syariah. Suatu Negara dikatakan maju apabila perekonomiannya berkembang dan memiliki peradaban yang baik. Dalam presentasinya Makhlani menjelaskan bahwa ada kaitan antara konstitusi ekonomi dengan sistem ekonomi Islam. Pararelitas tersebut tertuang dalam UUD 1945 pasal 27, pasal 33, dan pasal 34. Dalam Pasal 27 disebutkan bahwa tiap-tiap warganegara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, dalam ekonomi islam hal tersebut juga tercermin dalam konsep kerja islam yang sangat menganjurkan setiap individu untuk mencari pekerjaan yang halal bagi keluarga yang tentunya memperhatikan etika keislaman dan tidak bertentangan dengan syariat islam. Dalam pasal 33 pararelitas konstitusi ekonomi dengan ekonomi islam dapat dilihat dari bentuk usaha, konsep kepemilikan, peran Negara, sumber ekonomi strategis dan kebebasan, keadilan serta kerjasama. Sedangkan dalam pasal 34 pararelitas dapat dilihat dari sistem jaminan sosial, peran Negara dalam penyediaan pelayanan kesehatan dan pelayanan umum yang layak, fasilitas dan layanan umum, serta keutamaan perlindungan terhadap orang-orang lemah, seperti fakir miskin.

Berkaitan dengan manajemen keuangan sekolah, Indra Bastian menjelaskan bahwa mengajar adalah salah satu aspek pendidikan, namun memfasilitasi tenaga pendidikan dan mengelola manajemen pendidikan juga perlu. Manajemen pendidikan sekolah yang ada ialah Manajamen Berbasis Sekolah (MBS). Dalam MBS terdapat 3 aspek, yaitu: Pengembangan Kurikulum, Pengelolaan Keuangan, dan Peningkatan kualitas Sumberdaya manusia. Selain memperbaiki kurikulum dan meningkatkan kualitas tenaga pengajar, pengelolaan manajemen keuangan sekolah sering dilupakan. Sumber pembiayaan sekolah mulai tahun 2005 sudah berubah dimana pendidikan mendapatkan 20% dari dana APBN. Sehingga harapannya 10 tahun kedepan kemajuan dunia pendidikan juga 10x meningkat kualitasnya. Sumber pembiayaan sekolah berasal dari BOS Pusat maupun BOS daerah, yang jumlahnya cukup banyak. Namun saat ini pengeloaan manajemen keuangan sekolah belum maksimal. Supaya Manajemen Berbasis sekolah dapat berkembang ada beberapa hal yang dapat dilakukan menurut Indra Bastian, yaitu: pertama, memperkuat kurikulum yang menjamin relevansi, efisiensi, dan produktivitas pembentukan kompetensi. Kedua, memperkuat kapasitas manajemen sekolah melalui implementasi MBS. Ketiga, memperkuat sumberdaya tenaga kependidikan melalui penguatan system pendidikan tenaga kependidikan, peningkatan inovatif guru-guru dalam mengembangkan proses pembelajaran. Keempat, memperkuat kapasitas finansial sekolah berbasis persaingan melalui pengembangan kegiatan-kegiatan inovatif peningkatan mutu sekolah dan pendidikan. Kelima, perlu ada kemauan politik pemerintah dalam member prioritas dukungan financial sekitar 20% anggaran untuk sektor pendidikan. (lina)