Peluang dan Tantangan Indonesia Menghadapi AFTA dan AEC 2015

Suasana

Asean Free Trade Area (AFTA) dan Asean Economic Community (AEC) 2015 sudah di depan mata. Banyak peluang dan tantangan yang akan dihadapi Indonesia menjelang AFTA dan AEC. Seperti telah menjadi kesepakatan para pemimpin ASEAN untuk mentransformasikan ASEAN menjadi kawasan bebas aliran barang, jasa, investasi, permodalan, dan tenaga kerja. AEC menggambarkan adanya perekonomian yang mengglobal di antara negara-negara ASEAN dan AEC dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing ekonomi di kawasan regional ASEAN. Seberapa jauh kesiapan Indonesia menghadapi AFTA dan AEC menjadi topik utama dalam Seminar Internasional yang diselenggarakan oleh Fakultas Ekonomi UNY dalam rangka Dies Natalis Emas UNY, Kamis 17/04/2014. Hadir sebagai pembicara dalam seminar tersebut,  Associate Prof. Ruhul Salim, Ph.D (Curtin Business School, Australia), Associate Prof. Rika Fatimah, Ph.D (Universitas Kebangsaan Malaysia) dan Setyabudi Indartono, Ph.D (Universitas Negeri Yogyakarta). Seminar ini diikuti lebih dari 180 peserta yang terdiri dari dosen dan mahasiswa baik dalam maupun luar UNY, serta diikuti pula oleh sejumlah mahasiswa asing di UNY.

Dalam sambutannya mewakili Rektor UNY, Prof. Suwarsih Madya, Ph.D selaku Wakil Rektor 4 menyampaikan, “Mau tidak mau, siap atau tidak siap Indonesia harus menyongsong datangnya AEC 2015, karena AEC 2015 menciptakan peluang serta kesempatan bagi Indonesia untuk menunjukkan kepada dunia luar bahwa Indonesia mampu bersaing dalam segala hal,” jelas Prof. Suwarsih. Senada dengan Prof. Suwarsih, Dr. Widyastuti Purbani, M.A., Ketua Panitia Dies Emas UNY, menyampaikan bahwa topik mengenai AEC saat ini sedang menjadi bahan pembicaraan penting di berbagai kalangan. Indonesia harus siap untuk menghadapi AEC 2015. “AEC seharusnya menjadi tantangan, dan bukan menjadi mimpi buruk bagi Indonesia,” imbuh Widyastuti.

Associate Prof. Ruhul Salim, Ph.D dalam presentasinya menyampaikan posisi penting Indonesia di AEC sebagai produsen otomotif terbesar kedua di ASEAN. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya perusahaan Jepang dan Korea yang memproduksi kendaraan di Indonesia. Bahkan perusahaan ternama General Motors mulai memproduksi kendaraan di Indonesia sejak 2013. “Pada masa krisis ekonomi global 2009 sektor otomotif Indonesia nyaris tidak tersentuh oleh efek krisis tersebut. Kemudian jika Indonesia ingin memimpin pasar ASEAN apa yang harus dilakukan? Hal ini tergantung pemerintah. Pemerintah Indonesia harus membuat kebijakan-kebijakan yang mendukung implementasi AFTA dan AEC,” jelas Ruhul.

Berbeda dengan Rika Fatimah, Ph.D, yang lebih menyoroti bagaimana mengembangkan pola pikir (mindset) berwawasan AEC dan kesiapan kewirausahaan melalui social business. Rika mengatakan, “Ada 4 AEC mindset yang harus dikembangkan, yaitu: stakeholders, kesiapan menghadapi AEC 2015, kesiapan sumberdaya manusia, serta ketahanan dalam menjalankan kewirausahaan, di mana keempat faktor tersebut akan menopang social business yang merupakan salah satu model untuk mendukung kegiatan kewirausahaan.” 

Pembicara ketiga, Setyabudi Indartono, Ph.D yang merupakan pakar di bidang sumber daya manusia (SDM) menyampaikan makalah tentang komitmen karyawan dalam organisasi. Setyabudi mengatakan, “Perlakuan yang berbeda terhadap karyawan akan mempengaruhi perilaku dan kinerja mereka terhadap organisasi. Di samping itu perlu juga diperhatikan cara organisasi dalam mengatur sumber daya manusia agar karyawan memiliki komitmen terhadap organisasinya.” (lina)