MEA dan Tantangan bagi UMKM di Indonesia

UMKM menjadi salah satu pemeran penting dalam perekonomian di Indonesia. Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2009 menunjukkan bahwa UMKM berkontribusi sebesar 56,92% dari total Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia atau setara dengan Rp 1.213,25 triliun. UMKM di Indonesia umumnya tidak memiliki informasi keuangan yang transparan dan terorganisir, sehingga pemberi kredit kesulitan dalam memperoleh informasi atas kondisi keuangan dan usaha. Dengan dibukanya keran Masyarakat Ekonomi ASEAN, UMKM di kawasan Asia Tenggara pada umumnya dan Indonesia pada khususnya menghadapi ujian tersendiri.

Demikian dipaparkan Prof. Dr. Nahiyah Jaidi Farraz dalam Orasi Ilmiahnya yang berjudul “Masyarakat Ekonomi ASEAN: Peluang atau Ancaman bagi UMKM?” pada upacara Dies Natalis ke-5 Fakultas Ekonomi (FE) UNY di Auditorium FE UNY, Rabu (22/5) lalu. Upacara Lustrum Pertama ini dihadiri lebih dari 150 hadirin yang terdiri dari dosen, karyawan, perwakilan mahasiswa, serta para tamu undangan yang terdiri dari purna karya dan sekolah-sekolah mitra. Selain itu, senat, Rektor beserta jajarannya dan dekan-dekan di seluruh fakultas juga menghadiri upacara tersebut. Acara ini menjadi puncak berbagai acara dalam menyambut Dies Natalis FE UNY yang jatuh setiap 22 Juni.

Nahiyah yang juga Guru Besar UNY di bidang Manajemen SDM ini melanjutkan, bahwa FE UNY telah berkontribusi dalam membantu UMKM berkembang di era MEA. Selain meraih dana penelitian dan pengabdian masyarakat, para dosen FE UNY juga berpartisipasi langsung melalui Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) UNY melalui Pusat Studi Pengembangan Kewirausahaan dan Pendampingan UMKM. Acara Gelar Produk Hasil Penelitian, PPM, dan Inovasi rutin digelar di UNY dalam memfasilitasi UMKM di DIY berkembang.

Namun, lanjutnya, upaya yang sudah dilakukan selama ini harus ditingkatkan baik kualitas maupun kuantitasnya. Ada lima poin strategis yang bisa menjadi pedoman. Pertama, peningkatan produktivitas, pemanfaatan teknologi dan inovasi. Kedua, peningkatan akses pembiayaan. Ketiga, peningkatan akses pasar dan proses memasuki pasar internasional. Keempat, perbaikan proses penyusunan kebijakan dan peraturan yang lebih kondusif. Kelima, pengembangan kewirausahaan dan peningkatan kapasitas SDM (Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, 2016).

Dalam sambutannya, Rektor UNY Prof. Dr. Rochmat Wahab menjelaskan bahwa MEA menjadi salah satu bagian globalisasi. Banyak kekhawatiran yang pada ujungnya memunculkan gerakan-gerakan kontra. “Jangan sampai terjebak hanya pada isu-isu ekonomi. Yang jauh lebih penting adalah nilai-nilai kemanusiaan, humaniora, dan aspek-aspek lain terkait human being. Berbagai perguruan tinggi kini mulai mengajarkan mahasiswanya tentang budaya-budaya negara lain, sehingga mereka memandang bangsa lain sebagai manusia yang utuh, bukan sekedar makhluk ekonomi,” urainya. (fadhli)