Membongkar Pola Pikir Wirausahawan dan Profesional

Seseorang yang menetapkan diri menjadi wirausahawan akan menghadapi tiga hal. Pertama, obstacle, atau berbagai hambatan yang mungkin muncul saat akan memulai. Kedua, hardship, atau kesulitan yang mungkin ditemui di awal atau di tengah-tengah usaha. Terakhir, adalah very rewarding life, atau kehidupan yang memukau setelah mendapatkan kesuksesan. Banyak yang justru mengalami masalah di dalam keluarganya setelah usahanya mencapai keberhasilan. Hal ini disampaikan oleh dosen Fakultas Ekonomi (FE) UNY, Supriyanto, MM dalam pelatihan Pengembangan Diri dan Kiat Menembus Dunia Kerja periode Februari 2016, di Ruang Auditorium FE UNY, Rabu (24/2) kemarin.

Supriyanto yang merupakan dosen di Jurusan Pendidikan Ekonomi menambahkan, seseorang yang ingin menjadi wirausahawan harus memiliki beberapa modal. “Modal utama adalah memiliki mimpi. Banyak tokoh pengusaha dunia mengawali usahanya dari mimpi yang kebanyakan orang menilai tidak masuk akal. Sosrodjojo dengan usaha tehnya, Tirto dengan air minum dalam kemasannya, dan banyak pengusaha lainnya. Lebih baik lagi kalau dibekali ilmu. Selain itu, adalah relasi/networking. Uang sendiri adalah nomor kesekian, bukan yang utama,” terang dosen yang juga memiliki pengalaman bisnis di beberapa bidang ini.

“Banyak orang tua yang masih memiliki pola berpikir pekerjaan impian itu adalah menjadi pegawai negeri sipil. Dulu saya sudah menjadi pebisnis dengan penghasilan yang jauh lebih besar dari gaji PNS. Sedangkan orang tua terus mendorong saya untuk menjadi PNS. Kalau belum jadi PNS, saya belum jadi ‘orang’, kata mereka. Pada akhirnya, sayalah yang paling akhir menjadi PNS di antara keenam anak di keluarga saya. Tapi saya tetap mempertahankan bisnis saya hingga sekarang. Oleh karena itu, kita harus bisa buktikan bahwa tanpa menjadi PNS pun kita tetap bisa mendapatkan kesejahteraan yang layak,” pesan Supriyanto.

Sementara itu, Rachmat Nurcahyo, MA dosen Fakultas Bahasa dan Seni yang menjadi pemateri di sesi sebelumnya menjelaskan, salah satu hal yang harus diperhatikan oleh seorang profesional saat mencari kerja adalah personality. “Personality bukan masalah senyum atau sopan, tapi karakter, sikap, atau behavior. IPK tinggi tapi kalau tidak mampu menunjukkan sikap yang tepat, ya tidak akan diterima. Bisa jadi yang IPK atau kemampuannya lebih rendah, tetapi memiliki sikap yang tepat, atau karakter yang berbeda, itu yang lebih memberikan kesan,” ungkapnya.

“Umat Islam di Indonesia berada di peringkat 140 dalam sebuah penelitian mengenai negara di dunia yang paling kental menerapkan nilai-nilai dan ajaran Islami. Sementara itu di peringkat pertama justru dari negara yang pemeluk mayoritasnya bukan Islam. Ironi ini juga bisa terlihat dari budaya para mahasiswa di Indonesia, terutama yang beragama Islam. Kalau mereka mengamalkan sholat berjamaah, mengapa mereka masih memilih barisan paling belakang saat memasuki kelas?” tanya Rachmat secara retoris.

Dalam kesempatan ini, Dekan FE UNY Dr Sugiharsono memberikan sambutannya di hadapan lebih dari 80 peserta. “Inilah langkah kami untuk memberikan bekal calon wisudawan kesiapan menghadapi dunia kerja. Baik mereka yang mau membuka lapangan kerja, ataupun menjadi pekerja profesional di berbagai perusahaan dan instansi pendidikan. Tak hanya itu, bekal ini juga bisa memberikan kesiapan mental bagi mereka yang berminat melanjutkan studi,” terangnya. (fadhli)