Kuliah untuk Hidup yang Lebih Baik

Bagi masyarakat pedesaan dan dari kalangan ekonomi menengah ke bawah, kuliah ternyata masih merupakan barang mewah. Selepas lulus sekolah dasar ataupun menengah, bekerja biasanya menjadi pilihan para remajanya. Bahkan sebagian remaja putri sudah dinikahkan oleh orang tuanya. Tapi tidak bagi Adit dan Badrya, dua lulusan Fakultas Ekonomi (FE) UNY penerima beasiswa Bidik Misi yang baru diyudisium Selasa (25/4) kemarin. Dengan semangat dan kerja keras, keduanya berhasil menamatkan studinya di FE UNY dengan Indeks Prestasi  Kumulatif (IPK) yang tergolong tinggi, berturut-turut 3,88, dan 3,86.

Adit, sapaan dari Muhammad Nur Aditiya, adalah lulusan dari Program Studi (Prodi) Akuntansi S1. Pria yang lahir di Gunungkidul, 22 tahun silam itu masuk di UNY melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi (SBMPTN) pada 2013 lalu. Selepas lulus dari SMA N 1 Wonosari, Adit tak ingin menghabiskan waktu hanya di rumah saja, atau hanya menjadi pekerja tanpa pengalaman. Setelah melalui tes tertulis SBMPTN, satu kursi di Program Studi Akuntansi yang tergolong prodi ketat di UNY pun berhasil dia dapatkan.

Setelah diterima di FE UNY, Adit aktif mencari pelbagai pengalaman organisasi. “Saya lebih banyak aktif dalam kegiatan-kegiatan sukarela di organisasi ekstra Kampus, seperti Greenpeace, Earth Hour, dan Jendela Jogja,” ujar Adit yang bercita-cita menjadi auditor ini. Putra semata wayang bapak bernama Surani (46 tahun, buruh serabutan) dan ibu Tukiran (42, Ibu Rumah Tangga) ini mengungkapkan bahwa banyak remaja di daerahnya yang langsung bekerja selepas lulus SMP atau SMA, dan sebagian lainnya merantau.

Sementara itu, Badrya yang terlahir dengan nama Badriatus Soleha berhasil lulus dari Prodi D3 Manajemen Pemasaran dengan IPK 3,86. Selepas lulus dari SMK N 1 Ponorogo, putri sulung  dari dua bersaudara pasangan Sunaryo (45) dan Martimah (41) ini sempat disarankan untuk menikah oleh tetangganya. Ayahnya berprofesi sebagai seorang wirausahawan kerupuk bawang yang menjajakan secara keliling, sedangkan ibunya membantu di rumah.

“Sebagian tetangga kurang mendukung. Seolah keluarga dengan ekonomi tidak mampu tidak boleh menyekolahkan anaknya ke bangku kuliah. Karena itu, saya tetap ingin kuliah, dengan harapan taraf kehidupan keluarga kami akan lebih baik,” ucap pemegang moto ‘man jadda wajada’ (barangsiapa bersungguh-sungguh, pasti akan berhasil) ini. Selama kuliah, Badrya aktif di Himpunan Mahasiswa (Hima) D3 FE UNY dan Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM). “Guna menambah penghasilan, saya sempat berjualan donat. Di samping itu, saya juga bekerja lepas secara paruh waktu di perusahaan-perusahaan online yang membutuhkan entry data. Sampai sekarang masih saya jalani,” sambung Badrya.

Baik Adit maupun Badrya, sepakat bahwa kuliah merupakan kontribusi yang penting bagi keluarga. “Cari pengalaman sebanyak-banyaknya, dan berikan yang terbaik bagi keluarga. Berkuliah juga harus dengan tujuan dan visi misi yang jelas. Setelah lulus, harus punya kontribusi untuk masyarakat,” pesan Adit.

“Dalam belajar, saya lebih sering di malam hari. Biasanya antara jam 7 s.d. 10. Belajar bersama teman juga akan menambah semangat dan pemahaman kita dengan lebih baik,” tambahnya. “Selesaikan tugas terlebih dulu, baru sisakan waktu lain untuk belajar, berorganisasi, atau bekerja. Tingkatkan IPK juga, karena paling tidak, IPK bisa mengantar kita sampai ke meja wawancara,” ujar Badrya.

Sebagaimana dilaporkan Wakil Dekan I Prof. Sukirno, Ph.D., Yudisium FE UNY Periode April 2017 ini meluluskan 55 orang yang terdiri dari 30 orang S1 Kependidikan, 17 orang S1 Non Kependidikan, dan 8 orang Program D3. Lebih dari separuhnya meraih predikat Cum Laude. Sedangkan IPK tertinggi untuk Kategori S1 diraih oleh Muhammad Nur Aditiya dari S1 Akuntansi, dan kategori D3 oleh Badriatus Soleha dari D3 Manajemen Pemasaran. Rata-rata raihan IPK pada periode ini adalah sebesar 3,51. (fadhli)