Forum Studi Ekonomi #2: Refleksi Pendidikan di Indonesia

Di akhir April lalu, Bidang Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Himpunan Mahasiswa Pendidikan Ekonomi (HMPE) Universitas Negeri Yogyakarta mengadakan Forum Studi Ekonomi ke-2 yang mengusung tema “Sudah Sukseskah Pendidikan di Indonesia?” Sebagaimana yang kita ketahui bahwa pemerataan pendidikan di Indonesia belum terealisasi dengan baik, tingkat partisipasi sekolah pun masih rendah. Harapannya forum ini bisa menyadarkan para mahasiswa, khususnya yang kelak berkecimpung dengan dunia pendidikan bahwa Indonesia membutuhkan mereka sebagai sang pencerah. Indonesia menunggu perubahan yang mahasiswa torehkan. Acara ini dihadiri Prof. Dr. Suyanto, Ph.D., dosen di FE UNY yang juga merupakan mantan Rektor UNY dan mantan Dirjen Manajemen Dikdasmen Kemendiknas RI, serta Riska Dwi Astuti mahasiswi Pendidikan Ekonomi UNY..

Perjuangan segenap panitia untuk dapat menghadirkan Prof. Suyanto, Ph.D. selaku Guru Besar FE terbayar dengan antusiasme peserta dalam acara tersebut. Bagaimana tidak, forum yang terselenggara di Ruang Auditorium FE UNY ini diikuti oleh 147 peserta dan 17 dosen Pendidikan Ekonomi. Tidak hanya untuk mahasiswa Pendidikan Ekonomi saja, forum ini terbuka juga untuk umum. Berdasarkan rekap daftar hadir peserta, forum ini diikuti juga oleh mahasiswa dari berbagai fakultas dan jurusan di UNY, di antaranya Pendidikan Geografi, Pendidikan Akuntansi, Pendidikan Administrasi Perkantoran bahkan ada dua peserta yang berasal dari Pendidikan Akuntansi Universitas Muhammadiyah Semarang (UMS).

Selain dari perspektif ahli, tema “Sudah Sukseskah Pendidikan di Indonesia?” juga diulas dari perspektif mahasiswa yang diwakili Riska Dwi Astuti. Dalam sesinya, Riska memaparkan hasil-hasil survey dari UNESCO yang menyatakan bahwa Indonesia menempati urutan ke-69 dari 127 negara. Hasil tersebut sedikit banyak dipengaruhi oleh angka melek huruf rendah, angka partisipasi sekolah rendah dan angka putus sekolah yang tinggi.

Selain itu, pemerataan pendidikan pun belum terealisasi sesuai harapan. Pendidikan Indonesia masih terpusat di Jawa saja, selebihnya daerah-daerah di luar pulau Jawa masih tertinggal bahkan belum terjamah oleh pendidikan. Riska juga sangat menyayangkan perilaku-perilaku mahasiswa era modern ini yang seringkali kurang serius dalam mengikuti perkuliahan. Sebagai penyandang gelar agent of change seharusnya mahasiswa bisa memberikan kontribusi yang nyata terhadap permasalahan di Indonesia atau paling tidak peka terhadap permasalahan-permasalahan di Indonesia.

Di sesi kedua, Prof. Suyanto, Ph. D. pun mengiyakan apa yang dipaparkan oleh Riska Dwi Astuti selaku pembicara pertama.  Berdasarkan data yang diambil dari survei PISA (Programme for International Student Assessment) tahun 2009 menunjukkan bahwa dari 6 level hampir semua siswa Indonesia hanya menguasai pelajaran sampai level 3 saja, sementara negara lain banyak yang sampai level 4, 5, bahkan 6.

Dengan keyakinan bahwa semua manusia diciptakan sama, interpretasi dari hasil ini hanya satu, yaitu: yang diajarkan di Indonesia berbeda dengan tuntutan zaman atau  penyesuaian kurikulum belum berjalan lancar. Jika demikian, sudah hebatkah pendidikan di Indonesia?

Selain itu, berdasarkan data dari TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study) dan PIRLS (Progress in International Reading Literacy Study) dapat disimpulkan bahwa rata-rata siswa-siswi di Indonesia mempunyai tingkat curiosity atau keingintahuan yang masih rendah. Siswa tidak mengetahui apa tujuan yang diperoleh ketika mengambil mata pelajaran tertentu sehingga dalam proses belajar mengajar siswa menjadi kurang antusias dan hal ini sangat bertolak belakang dengan pendidikan di negara maju, siswa-siswi di negara maju memiliki tingkat curiosity yang tinggi sehingga siswa-siswinya menjadi sangat memahami pelajaran yang diberikan. Padahal, pendidikan merupakan cara yang efektif dalam membangun indeks pembangunan manusia.

Jika keadaannya masih seperti ini, hendak dibawa ke mana pendidikan di Indonesia?