Delapan Jam Sehari Berbuah Medali

Menyumbangkan medali bagi tanah kelahiran tentu sebuah kebanggaan tersendiri. Demikian pula yang dirasakan Pratiwi Adhiati Kusumawardani, mahasiswa Jurusan Manajemen angkatan 2012 Fakultas Ekonomi (FE) UNY. Perjuangannya selama setahun terakhir ini berbuah manis. Bersama rekan setimnya, Tiwi, begitu biasa dia dipanggil, turut menyumbang medali emas bagi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) di renang indah nomor Aquatic Synchronized Swimming di Pekan Olahraga Nasional 2016 di Bandung.

Tim Renang Indah DIY yang dilatih juara olimpiade Beijing 2008 asal Rusia, Anna Nasekina, mendominasi cabang renang indah dengan menyapu bersih 3 medali emas yang disediakan. Tiwi merasakan keberadaan pelatih asal Rusia tersebut sangat berpengaruh terhadap penampilan tim. “Anna adalah pelatih yang bagus. Saya yakin dia juga bisa menjadi pelatih yang baik untuk tim nasional jika memang diperlukan,” terang Tiwi.

Apakah Tiwi merasa berat dengan metode yang diterapkan oleh Anna? “Kami sudah terbiasa berenang berjam-jam dalam sehari. Kalau ada pertandingan atau kompetisi, kami harus berlatih selama 8 jam. Empat jam di pagi hari, 4 jam di sore hari. Kalau libur kompetisi, cukup 2-3 jam sehari. Di bawah bimbingan kepelatihan Anna, kami memadukan berbagai kombinasi gerakan agar harmonis, dan untuk itu, dia sangat perfeksionis. Setiap individu diperhatikan betul-betul,” urainya.

Bagi Tiwi, ini merupakan prestasi kesekiannya di bidang non akademik. Selain menjadi kontingen Indonesia di dua SEA GAMES terakhir, Tiwi juga meraih perunggu pada perhelatan 2nd South East Asian Swimming Championship di Singapura pada 2014. Kuliah di Jurusan Manajemen bukan halangan baginya mendulang prestasi. “Saya memilih Jurusan Manajemen juga demi masa depan saya. Tadinya memang banyak yang mengira saya dari Fakultas Ilmu Keolahragaan, tapi setelah dijelaskan, mereka jadi lebih apresiasi,” tambah lulusan SMA N 1 Godean, Sleman ini.

Memulai karir keolahragaannya sejak kelas 5 SD, awalnya Tiwi hanya dimasukkan ke klub renang oleh orang tuanya agar tidak menghabiskan terlalu banyak waktu untuk pergi bermain yang tidak jelas. Memasuki kelas 6 SD, pilihannya di cabang renang indah menjadi awal keseriusan putri sulung pasangan Musriadi Muhammad dan Suyatmi ini di dunia renang.

“Renang indah memang tidak mementingkan kecepatan. Tetapi metode latihannya luar biasa menguras tenaga dan pikiran. Dalam kondisi di bawah air, para atlet harus konsentrasi berhitung (ketukan lagu), melihat posisi masing-masing, dan harus menahan perih. Selain itu, ukuran tubuh juga harus sama,” tambah Tiwi.

Namanya yang kerap berprestasi hingga tingkat nasional menjadikannya buah bibir di lingkungan sekitar tempat ia tinggal. Kini, selepas PON di Jawa Barat, Tiwi kembali berkonsentrasi menyelesaikan skripsinya. Hadiah uang yang kurang lebih Rp. 90 juta akan digunakannya untuk memberangkatkan ibunya umroh dan sebagian sisanya akan ditabung. “Selepas lulus, ada beberapa pilihan dan tawaran yang diberikan pada saya. Di antaranya, menjadi pelatih di sebuah sekolah internasional di Bali. Tapi, itu semuanya akan saya pikirkan baik-baik sebelum memutuskan,” pungkasnya. (fadhli)