pengajian

Ngaji itu Penting

Jelang pergantian tahun, Fakultas Ekonomi (FE) UNY mengadakan pengajian dan penyerahan santunan. Acara ini dihadiri oleh para dosen, karyawan, dan perwakilan mahasiswa dari pengurus organisasi kemahasiswaan. Di samping itu, acara juga dihadiri para tamu undangan yang terdiri dari para purna karya dan duafa penerima santunan. Kegiatan pembinaan rohani dipandu oleh pengasuh Panti Asuhan Sayyidina Ali Ust. Jumali Nur Ridho.

Wakil Dekan II Nurhadi MM dalam sambutannya mewakili Dekan mengungkapkan bahwa kegiatan pembinaan rohani di fakultas merupakan salah satu penunjang visi UNY yaitu ketaqwaan. “Intelektual memang penting. Tetapi intelektual saja tidak menjamin hidayah. Hidayah harus diusahakan,” ujarnya.

Dalam paparannya, Ust. Jumali mendorong para hadirin untuk mau mengaji. “Ngaji itu penting. Sesibuk apapun, kalau dia mau ngaji, itu tanda dia masih cinta Alquran dan Hadis,” jelasnya.

Jumali yang juga menjadi pengelola Museum Vredeburg ini menambahkan, dunia pendidikan adalah ladang amal jariyah. “Guru adalah profesi yang mulia. Mulut yang kecil dan mungil ini, kalau digunakan untuk mendidik, bisa mendatangkan kebaikan yang banyak. Tetapi juga harus dijaga sungguh-sungguh. Jika tidak, akan mendatangkan petaka, tidak hanya untuk dirinya, tetapi juga orang lain,” tambah Jumali.

Kegiatan pembinaan rohani ini rutin diadakan oleh fakultas setiap dua bulan sekali. Pada kali ini, santunan diserahkan oleh Ketua Senat FE UNY, Prof. Suyanto, Ph.D. kepada 20 penerima santunan. (fadhli)

Syawalan 1439 FE UNY: Islam Sempurnakan Akhlak

Islam bukan hanya agama yang memiliki seperangkat aturan. Lebih dari itu, Islam menginginkan pemeluknya memperlakukan orang lain sebaik mungkin. Dengan kata lain, Islam juga mengatur akhlak manusia agar baik terhadap sesama. Ramadan menjadi bulan di mana umat muslim juga dididik memperbaiki akhlaknya. Demikian disampaikan Ust. drh. Agung Budiyanto dalam acara Syawalan di Fakultas Ekonomi (FE) UNY, Kamis (28/6) lalu.

Agung melanjutkan, Ramadan mendidik kita supaya memiliki 3 hal. “Pertama, Ramadan mengajarkan kita supaya melembutkan hati. Segala hal negatif yang menimpa orang yang berpuasa, akan dihadapi dengan kelembutan hati,” terang dosen Fakultas Kedokteran Hewan UGM ini.

“Kedua, Ramadan juga mengajarkan supaya kita menjadi orang yang mudah meminta maaf. Nabi Adam a.s. saat berdua dengan Hawa, sadar akan kesalahannya, dan segera meminta maaf, memohon ampunan pada Allah swt. Nabi Yunus, yang tidak sabar akan respon manusia terhadap dakwahnya, lalu meninggalkan mereka, hingga saat Nabi Yunus ditelan ikan, barulah sadar, dan segera meminta maaf kepada Allah. Kultur meminta maaf harus dihidupkan dalam organisasi. Lebih mulia menjadi orang yang meminta maaf duluan,” lanjut Agung.

Yang ketiga, menurut Agung, Ramadan mengajarkan kita supaya menjadi orang yang lebih taat. “Kalau sebulan bisa puasa dengan penuh ketaatan, tidak menolak, maka harusnya dalam perintah-perintah agama lainnya lebih mudah. Sami’na wa atho’na,” tutur Agung.

Dalam kesempatan tersebut, FE UNY juga memberikan kenang-kenangan kepada para karyawan dan dosen yang baru saja memasuki masa purna tugas serta dosen yang pada tahun ini akan berangkat ibadah haji 1439 H. Syawalan dihadiri oleh lebih dari 150 dosen, karyawan, perwakilan mahasiswa, serta para tamu undangan lain dari purna tugas dan bank-bank mitra. (fadhli)

Tak Cukup Sekedar Benar

FE UNY menyelenggarakan pengajian fakultas pada Jumat (12/1) kemarin di kampus setempat. Pengajian dihadiri oleh segenap karyawan, dosen, dan perwakilan pengurus organisasi kemahasiswaan di fakultas. Selain materi inti yang disampaikan oleh ustaz Syatori Abdurrauf, pengajian diawali dengan pemberian santunan kepada para penerima manfaat dari kalangan duafa. Pada dasarnya, setiap manusia sudah dibekali akal. Akal ini yang menyebabkan manusia bisa membedakan mana yang benar dan salah. Tetapi hidup ini bukan sekedar mengetahui mana yang benar dan salah. Dengan bimbingan iman, akal bisa menemukan mana perbuatan yang lebih baik dan mulia, tidak sekedar “benar”. Demikian salah satu paparan ustaz Syatori Abdurrauf di hadapan para jamaah di Fakultas Ekonomi (FE) UNY.

Syatori melanjutkan, hidup adalah layaknya universitas. “Hidup adalah tempat kita ditempa agar suatu saat diwisuda harapannya dengan predikat husnul khotimah. Mata kuliahnya adalah berbagai peristiwa yang kita alami. Semua orang yang berinteraksi dengan kita adalah dosen kita,” ujarnya.

Mengutip ayat di Alquran, hidup tidak mengizinkan manusia hanya sebatas menjadi orang baik, tetapi menjadi orang yang lebih baik. “Allah menciptakan kehidupan dan kematian untuk menguji siapa di antara kita yang ahsanu ‘amala, yang paling baik amalnya. Akal bisa diarahkan melakukan ahsanu ‘amala jika ada iman,” tambah pengasuh Pondok Pesantren Darush Shalihat ini.

Menurut Syatori, umumnya manusia akan merasa susah jika mendapatkan musibah, dan senang jika mendapatkan nikmat. “Dengan dilandasi iman, manusia akan mencapai ahsanul ‘amala jika ia berlaku sabar saat menerima musibah, dan bersyukur saat mendapatkan nikmat. Kalau merasa susah saat terkena musibah, itu memang benar, dan wajar, dan untuk itulah diciptakan akal. Tetapi jika bersabar, maka itu yang paling baik,” terangnya. (fadhli)

Berjual Beli Dengan Allah

Hidup di dunia, kalaulah tidak mengalami kesenangan, akan mengalami kesusahan. Keduanya merupakan hal yang pasti akan dilewati manusia. Kedua hal ini pulalah yang menguji manusia; mana yang ingat kepada-Nya, dan mana yang lupa. Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan. Demikian disampaikan ustaz Saijan dalam pengajian yang diadakan oleh Fakultas Ekonomi UNY, Ahad (8/10) lalu. Pengajian dihadiri oleh lebih dari 50 dosen, karyawan, dan mahasiswa FE UNY.

Saijan melanjutkan, orang yang mau percaya dengan janji Allah akan menuai keuntungan. “Saya sudah kerap mengalami. Jual beli dengan Allah sungguh menguntungkan. Ikhlaskan sebagian harta kita di jalan Allah, maka pasti Allah akan membalas dengan yang jauh lebih baik,” katanya.

“Tidak ada jaminan hidup kita akan bahagia dengan harta yang kita miliki. Menderita sekali orang yang sepanjang hidupnya hanya mengumpulkan harta. Sebagian orang hanya mau mengingat Allah saat susah, tetapi sedikit yang mau berdoa di kala senang,” tambah Saijan.

Dalam pengajian tersebut juga digalang dana dari para pegawai, dosen, dan mahasiswa FE UNY bagi pengungsi Rohingya. Dekan Sugiharsono menjelaskan, pembinaan rohani merupakan salah satu wujud revolusi mental. “Degradasi moral di berbagai kehidupan terjadi. Mereka tahu melanggar (norma) tetapi secara terbuka melakukan. Sudah terbiasa akhirnya dianggap benar,” jelas Sugiharsono. (fadhli)

Pages